Seni Bertahan Hidup : Festival Mbok Sri Sewindu Delanggu Menginspirasi

20250907_085116~2

KLATEN – LINTASDESA|| Di tengah hamparan sawah yang menghijau, semangat gotong royong dan kearifan lokal kembali bersemi. Festival tahunan Mbok Sri hadir di Delanggu, Klaten, dengan mengusung tema “Seni Bertahan Hidup”, sebuah perayaan yang tidak hanya menghibur, tetapi juga menggugah kesadaran akan pentingnya pertanian dan nasib para petani. Edisi ke-8 ini digagas oleh Sanggar Rojo Lele, yang berlokasi di Dukuh Kaibon, Desa Delanggu.

Eksan Hartanto, pendiri Sanggar Rojo Lele sekaligus Direktur Festival Mbok Sri (FMS) 2025, menjelaskan bahwa tema ini merupakan pernyataan bahwa menjadi petani saat ini bukan hanya sekadar pilihan hidup, tetapi juga sebuah seni untuk bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi, minimnya dukungan kebijakan, dan infrastruktur yang kurang memadai.

“Petani menjadi kelompok paling rentan yang kerap kali tidak terwakilkan dalam agenda pembangunan nasional,” ujarnya.

Festival Mbok Sri hadir sebagai ruang alternatif yang menolak untuk menyerah, bukan hanya menyuarakan isu, tetapi juga sebagai metode penguatan budaya tani. Setiap tahunnya, FMS secara konsisten menyediakan ruang bagi seluruh elemen masyarakat untuk terlibat dalam pelaksanaan dan persiapan festival.

Daya tarik utama dari festival ini adalah ritual wiwitan, yang merupakan simbol persembahan kepada Mbok Sri atau Dewi Sri, yang dipercaya sebagai simbol kemakmuran. Hasil bumi yang dikemas seperti gunungan, lalu diarak, serta nasi berkat yang dinikmati oleh warga sekitar, menjadi simbol kebersamaan dan rasa syukur.

Sanggar Rojo Lele menyajikan berbagai tampilan yang berbeda dalam festival tahun ini, mulai dari Dzikir Sholawat Mocopat, layar tancap, Jagong Tani, workshop olahan pangan lokal, pameran foto yang menampilkan kehidupan masyarakat di Delanggu, Baselan Koripan (museum edukatif yang menampilkan karya-karya pandai besi), hingga seni tari dan jatilan sebagai penutup. Acara ini berlangsung selama tiga hari.

Harapan dari diadakannya festival tahunan ini adalah untuk menjadi contoh bagi desa-desa lain, mengangkat kebudayaan dan kearifan lokal, serta memulihkan kembali kejayaan Desa Delanggu yang terkenal dengan beras Rojo Lele.

Klaten memiliki tanah yang subur, dan Delanggu sendiri memiliki lahan pertanian seluas kurang lebih 240 hektar sawah. Diharapkan, sektor pertanian ini menjadi sumber ketahanan pangan dan ujung tombak perekonomian.

Dengan semangat kebersamaan dan harapan untuk masa depan pertanian yang lebih baik, Festival Mbok Sri Sewindu Delanggu telah membuktikan bahwa seni dan budaya dapat menjadi kekuatan untuk memperjuangkan kesejahteraan petani dan melestarikan kearifan lokal.