BUMDes Tidak Sehat Dipaksakan untuk Mengelola Dana Besar ?

Lintasdesa.com, Kendal || Alih-alih menjadi motor penggerak ekonomi desa, BUMDes Bahari Desa Gempolsewu, Kecamatan Rowosari menjelma “beban” yang dipaksakan hidup. Sepuluh tahun berjalan, empat kali berganti Direktur, kini dengan empat manager unit usaha, tapi tidak memiliki kantor, tidak punya usaha sektor pangan yang jelas, bahkan pengurusan badan hukumnya pun harus pakai “joki”.
Lalu, mengapa BUMDes yang nyata-nyata gagal itu ditunjuk mengelola program ketahanan pangan dengan anggaran Rp.353,6 juta dari total Dana Desa 1,768 miliyar ? Masyarakat meradang, bagaimana tidak? Sembilan tahun lebih mereka tidak pernah merasakan manfaat BUMDes. Kini ketika ada program vital yang seharusnya menguatkan perut rakyat, kepala desa justru memaksakan pengelolaanya oleh badan yang benar benar “sakit”.
Kecurigaan publik bukan tanpa alasan. Kepala Desa diduga memainkan “hak prerogatif” secara sewenang wenang. Direktur BUMDes dipilih bukan karena kapasitas, melainkan kedekatan personal. Mindsetnyapun sekedar menjalankan program formalitas dari atas dan mengejar penyerapan anggaran, bukan membangun usaha berkelanjutan.

Lebih parah lagi BUMDes maupun Pemdes saat ini sedang diperiksa Inspektorat. Tapi ditengah kasus “masih dalam pemeriksaan” kepala desa bersama pendamping desa justru mendorong agar dana ratusan juta disalurkan ke Bumdes. Langkah ini jelas mengundang tanda tanya besar : siapa yang diuntungkan?
Memaksa Bumdes yang tidak sehat mengelola dana ketahanan pangan. Ibarat menyuruh pasien sakit keras mengangkat beban berat. Bukan hanya gagal, tapi beresiko roboh menyeret uang rakyat kejurang penyalahgunaan.
Bumdes seharusnya menjadi jalan kesejahteraan desa, bukan ladang eksperimen apalagi alat persekongkolan. Aparat pengawas dan pemerintah daerah wajib turun tangan sebelum semuanya terlambat. (**)