INDONESIA NEGARA MUSLIM YANG GEMAR KORUPSI: APA YANG SALAH?


Oleh : Ahmad Basri, Ketua K3PP Tubaba – Lampung

LINTASDESA | Lampung – Indonesia masyarakatnya penuh “religius” dengan tingkat keagamaan yang tinggi. Pergi haji, umroh tercatat paling besar di muka bumi justru tenggelam dalam praktik kubangan korupsi.

Mengapa semakin tinggi keyakinan kepada Tuhan seharusnya semakin rendah perilaku buruknya. Logika ini terdengar sederhana namun realitas sering berkata lain. Terbalik.

Sebaliknya sebuah negara yang warganya mayoritas tidak percaya Tuhan seperti Denmark, Finlandia atau Swedia menempati posisi teratas negara bersih dari korupsi. Kehidupan masyarakat tertib, aman, dan sejahtera.

Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar. Masyarakat yang mengaku beragama religius justru sering gagal mempraktikkan nilai-nilai luhur yang diajarkan agama?

Sekali lagi Indonesia contoh nyata. Agama diposisikan sebagai simbol identitas bahkan menjadi alat politik yang ampuh. Namun nilai-nilai inti yang diajarkan agama, kejujuran, keadilan, integritas tidak tercermin dalam tata kelola negara dan pemerintahan.

Ritual ibadah terlihat setiap saat dan masjid serta rumah ibadah berdiri megah di setiap sudut. Akan tetapi dibalik itu praktik suap, mark-up anggaran dan penyalahgunaan wewenang tetap menjamur. Dari kantor pemerintah, lembaga pendidikan hingga institusi keagamaan itu sendiri.

Dalam perspektif pelanggaran hukum agama sering dipandang sebagai dosa urusan pribadi yang bisa “dibersihkan” melalui tobat atau ritual keagamaan. Akibatnya muncul mentalitas – korupsi dulu tobat belakangan.

Penelitian Springer (2020 mengkonfirmasi bahwa semakin tinggi tingkat ritual keagamaan suatu negara semakin tinggi pula tingkat perilaku korupsinya. Penelitian tersebut setidaknya bisa melukiskan tentang kondisi indonesia saat ini.

kita harus merubah paradigma bahwa religius keagamaan bukan diukur dari seberapa rajin atau banyaknya beribadah atau bolak balik pergi haji atau umroh tapi dari nilai – nilai kejujuran dan integritas.

Kealiman keagamaan seharusnya menjadi penggerak kejujuran bukan sekadar atribut yang indah dipamerkan. Selama agama hanya berhenti di bibir, mimbar, dan baliho maka indonesia akan tetap menjadi negara korup. (Bayu*)