Ketua PWI Batam Dikeroyok Wartawan, Jurnalis Senior Junaidi Farhan: Jangan Campuradukkan Sertifikasi dengan Kebebasan

BATAM, Kepulauan Riau, lintasdesa.com — Kericuhan mewarnai diskusi publik bertajuk “Wartawan Bukan Preman” yang digelar di Ballroom Lavender, Swiss-Belhotel Bay Batam, Sabtu (14/6).
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Batam, M. Khafi Ashary, dikabarkan mengalami pengeroyokan oleh sejumlah peserta yang didominasi wartawan independen usai menyampaikan pernyataan kontroversial terkait sertifikasi wartawan.
Dalam forum tersebut, Khafi menyatakan bahwa aktivitas jurnalistik tanpa sertifikasi dapat diindikasikan sebagai “premanisme berkedok wartawan”.
Pernyataan itu langsung memicu ketegangan di tengah forum yang awalnya bertujuan untuk membahas maraknya kekerasan terhadap jurnalis dan memperkuat solidaritas antarpelaku media.
Situasi memanas hingga akhirnya berujung pada tindakan kekerasan terhadap Khafi. Ia harus dilarikan ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan medis.
Insiden ini pun mendapat perhatian luas dari kalangan pers, akademisi, dan organisasi masyarakat sipil. Salah satu suara kritis datang dari Junaidi Farhan, jurnalis senior yang juga menjabat sebagai Ketua Umum Forum Membangun Desa (Formades).
Dalam keterangannya, Farhan menyayangkan pernyataan Ketua PWI Batam yang dinilainya telah melukai semangat kebebasan pers yang dijamin oleh konstitusi. “Kebebasan pers adalah hak setiap warga negara untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengelola, dan menyampaikan informasi, baik lisan maupun tulisan, melalui berbagai media. Ini dijamin oleh UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” tegas Farhan.
Farhan yang dikenal sebagai salah satu reporter radio era awal reformasi ini juga menegaskan bahwa keberadaan Dewan Pers penting sebagai lembaga pengawasan dan pembinaan, namun tidak boleh menjadi alat untuk membatasi ruang kebebasan pers.
“Tergabung atau tidaknya media di Dewan Pers seharusnya tidak menjadi dasar mutlak dalam menilai profesionalisme. Banyak media yang tidak terverifikasi Dewan Pers justru menjalankan fungsi kontrol sosial dengan lebih independen dan berani.
Sertifikasi memang penting, tetapi bukan satu-satunya ukuran profesionalisme,” tambahnya.Ia mengingatkan bahwa pers memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan demokrasi, dan setiap upaya untuk memonopoli praktik jurnalistik melalui regulasi ketat justru dapat membungkam suara-suara kritis.
“Kita harus hati-hati agar sertifikasi tidak menjadi alat pembungkam yang justru merugikan demokrasi itu sendiri. Kekerasan tentu tidak bisa dibenarkan dalam situasi apa pun, tapi pernyataan yang diskriminatif terhadap wartawan non-sertifikasi juga tidak bisa dibiarkan,” pungkas Farhan.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari PWI Pusat terkait kejadian ini. Sementara itu, sejumlah pihak mendesak agar pengeroyokan kasus Ketua PWI Batam diselesaikan namun juga penyelesaian dialog terbuka agar persoalan ini tidak memperkeruh solidaritas dalam tubuh insan pers.