Pemerintah Sempurnakan Implementasi PMK 81/2025 untuk Cegah Gagal Bayar di Desa

JAKARTA, LINTASDESA.COM – Pemerintah pusat resmi menyepakati langkah-langkah pelengkap untuk memastikan pelaksanaan PMK Nomor 81 Tahun 2025 tidak menghambat pembangunan serta tidak menimbulkan potensi gagal bayar di desa-desa.

Kesepakatan ini dicapai melalui koordinasi antara Kemendes PDTT, Kemendagri, dan Kementerian Keuangan, setelah banyak pemerintah desa menyampaikan kegelisahan atas perubahan aturan pencairan dana desa—khususnya terkait dana non-earmarked yang dalam PMK terbaru memiliki persyaratan pencairan lebih ketat.

PMK 81/2025 sendiri merupakan perubahan regulasi yang mengatur alokasi, penggunaan, dan penyaluran Dana Desa tahun anggaran 2025.

Di sejumlah daerah, aturan ini memunculkan kekhawatiran karena sebagian kegiatan desa yang sudah berjalan berpotensi tertunda pembayarannya apabila syarat administratif pencairan tahap berikutnya belum terpenuhi.

Untuk merespons situasi ini, tiga kementerian kemudian merumuskan solusi teknis yang dapat segera diterapkan pemerintah desa tanpa menabrak ketentuan perundang-undangan.

Dalam kesepakatan terbaru tersebut, pemerintah memberi ruang bagi desa untuk lebih fleksibel dalam menyelesaikan kewajiban pembayaran. Desa diperbolehkan menggunakan terlebih dahulu dana yang telah di-earmark namun belum terserap, agar kegiatan non-earmarked yang sudah berjalan dapat dibayarkan tepat waktu.

Baca Juga :  FORMADES Menyambut Positif Program Inovasi TAMENG DESA Pemerintah Kabupaten Kendal

Selain itu, dana penyertaan modal desa—termasuk yang dialokasikan untuk BUM Desa atau BUMDesma—dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembiayaan alternatif. Desa juga dapat memaksimalkan sisa anggaran tahun berjalan, pendapatan asli desa, serta melakukan penundaan terhadap kegiatan yang belum dijalankan.

Pemanfaatan SILPA tahun 2025 juga diperbolehkan sebagai bagian dari penyelesaian kewajiban tersebut.

Apabila seluruh langkah tersebut masih belum mencukupi, pemerintah memberikan opsi agar sisa kekurangan pembayaran dicatat sebagai kewajiban yang akan diselesaikan pada tahun anggaran 2026 dari sumber selain Dana Desa.

Dengan mekanisme ini, kegiatan yang telah dilaksanakan tidak perlu menunggu pencairan dana desa tahap berikutnya, sehingga tidak ada program yang terhenti atau tertunda secara administratif.

Sebagai tindak lanjut, bupati dan wali kota diminta melakukan evaluasi terhadap APB Desa 2025, termasuk memastikan pergeseran anggaran dilakukan secara tepat dan sesuai ketentuan.

Pemerintah desa juga diarahkan untuk segera melakukan perubahan APB Desa bila diperlukan, serta menyiapkan regulasi pelaksanaan APB Desa 2026 untuk mencatat kewajiban yang ditunda.

Semua kewajiban yang belum dibayar wajib dicatat dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK) sebagai bentuk pertanggungjawaban transparan.

Baca Juga :  Nelayan Sendang biru Temukan Perahu Bertuliskan “Kliwon” Terbalik di Laut Selatan, Sekitar Pulau Sempu.

Menteri Desa dan PDTT Yandri Susanto menegaskan bahwa langkah ini disusun untuk memastikan seluruh kegiatan desa tetap berjalan dan tidak ada satu pun program yang gagal bayar.

Pemerintah, katanya, berkomitmen penuh mendampingi desa agar transisi regulasi ini tidak menimbulkan beban tambahan, sekaligus memastikan tata kelola dana desa tetap akuntabel, tertib, dan tidak menghambat pembangunan di tingkat akar rumput.

Dengan kesepakatan pelengkap tersebut, pemerintah berharap seluruh desa dapat melanjutkan program-program tahun berjalan tanpa hambatan, sambil tetap menjaga kepatuhan pada PMK 81/2025 dan prinsip pengelolaan keuangan desa yang transparan.

Ditulis oleh: Hary
Editor: Redaksi Lintasdesa.com