Plaza Klaten: Aset Publik, Laba Privat, dan Sengkarut Tata Kelola Aset Daerah

Plaza Klaten yang Berjaya pada Era 90-an

LINTASDESA.COM, KLATEN – Kasus dugaan korupsi pengelolaan Plaza Klaten kembali menjadi sorotan publik. Aset daerah yang seharusnya menjadi sumber pendapatan bagi warga justru berubah menjadi ruang gelap praktik rente dan penyelewengan.

Kisahnya bermula jauh sebelum 2018. Plaza Klaten, berdiri di atas lahan seluas 22.348 meter persegi, merupakan aset Pemerintah Kabupaten Klaten yang pada masa awal 1990-an dikerjasamakan dengan PT Inti Griya Prima Sakti selama 25 tahun. Kontrak berakhir pada 22 April 2018, dan seharusnya pengelolaan kembali ke pemerintah daerah.

Namun, sebagaimana dilaporkan Kompas (20 Februari 2025), alih-alih membuka lelang terbuka untuk menentukan mitra baru, Pemkab Klaten justru menunjuk pihak lain secara langsung—PT Matahari Makmur Sejahtera (MMS)—tanpa dasar hukum yang jelas. Tidak ada dokumen kontrak resmi, tidak ada penetapan tarif retribusi yang transparan.

Menurut temuan Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah yang dikutip Antara Jateng, mekanisme kerja sama ini menyalahi aturan pengelolaan barang milik daerah. Potensi penerimaan sewa kios dan lahan di Plaza Klaten mencapai Rp14,2 miliar, namun kas daerah hanya menerima sekitar Rp3,9 miliar. Negara pun ditaksir rugi sekitar Rp10,2 miliar, seperti disebut dalam laporan Kompas (24 Juni 2025).

Penetapan Tersangka dan Uang Pengganti

Desakan publik mulai menguat ketika penyidikan menemukan bukti awal aliran dana yang tidak sesuai prosedur. Pada Februari 2025, pihak PT MMS menyerahkan uang titipan Rp4,5 miliar ke Kejati Jateng sebagai bentuk tanggung jawab moral atas kerugian negara. Namun, sebagaimana ditegaskan Detik.com (27 Februari 2025), penyerahan uang tersebut tidak menghentikan proses pidana.

Baca Juga :  Mantan Kadis DLH Tubaba dan Kabid Jadi Tersangka Korupsi, Negara Rugi Rp 1,3 Miliar

Kejati Jateng kemudian menetapkan dua tersangka. DS, mantan Kepala Bidang Perdagangan Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Klaten dan JFS, Direktur PT MMS. Keduanya diduga berperan dalam pengelolaan tanpa dasar kontrak resmi dan manipulasi laporan keuangan. Mereka ditahan sejak pertengahan Juni 2025, sebagaimana dikonfirmasi Antara (19 Juni 2025).

Desakan Politik dan Bayang-bayang Pejabat Lama

Meski penyidikan berjalan, publik masih bertanya-tanya: siapa aktor utama di balik kebijakan yang memungkinkan kerja sama tanpa dasar hukum ini?

Dalam wawancara dengan Penjuru.id (5 November 2025), pengacara senior Otto Cornelis Kaligis, yang menjadi kuasa hukum PT MMS, mendesak Kejati Jawa Tengah agar menetapkan mantan Bupati Klaten, Sri Mulyani, sebagai tersangka. Menurut OC Kaligis, tidak mungkin kebijakan pengelolaan Plaza Klaten dilakukan tanpa restu kepala daerah yang menjabat saat itu.

“Jika penyidik ingin menegakkan hukum secara objektif, maka seharusnya semua pihak yang memberi izin penunjukan langsung ikut diperiksa,” ujarnya seperti dikutip Penjuru.id.

Hingga kini, Kejati Jateng belum memberikan tanggapan resmi atas desakan tersebut. Namun menurut keterangan Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Jateng kepada Antara (Oktober 2025), penyidik masih terus mendalami peran pejabat lain yang terkait dalam proses administrasi dan perjanjian kerja sama.

Cermin dari Lemahnya Tata Kelola Aset Daerah

Kasus Plaza Klaten bukan satu-satunya yang menunjukkan lemahnya tata kelola aset publik di tingkat daerah. Dalam banyak kasus serupa, pemerintah daerah kerap mengelola aset strategis tanpa transparansi, tanpa mekanisme lelang terbuka, dan tanpa pengawasan akuntabel.

Baca Juga :  Remaja 17 Tahun Tewas Terserempet Truk Saat Mendahului di Dampit, Malang

Menurut catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), lebih dari 60 persen pemerintah kabupaten/kota di Indonesia masih memiliki catatan buruk dalam pencatatan dan pemanfaatan aset milik daerah. Ketidakjelasan status hukum kerja sama semacam ini membuka ruang korupsi, gratifikasi, hingga penyalahgunaan wewenang.

Kasus Plaza Klaten hanya menjadi satu cermin kecil dari masalah besar itu: ketika aset publik berubah menjadi ladang privat bagi mereka yang berkuasa.

Plaza Klaten berubah menjadi Klaten Town Square

Harapan Akan Tegaknya Keadilan

Proses hukum atas Plaza Klaten masih berjalan. Uang pengganti yang diserahkan PT MMS memang menunjukkan adanya itikad baik, tetapi belum menjawab akar masalah: siapa yang mengambil keputusan politik yang melanggar hukum?

Jika penegakan hukum berhenti pada level pelaksana teknis, keadilan publik akan kembali pincang. Yang dibutuhkan bukan hanya pengembalian kerugian negara, tetapi juga pertanggungjawaban struktural atas tata kelola yang korup.

Sebagaimana disampaikan oleh salah satu pengamat kebijakan publik dari Universitas Diponegoro, Sulfan Siregar, dalam wawancara dengan Pikiran Rakyat (2025), “korupsi aset publik terjadi karena pemerintah daerah masih menganggap aset sebagai milik pribadi jabatan, bukan milik publik yang harus dikelola secara terbuka.”

Jika benar demikian, maka kasus Plaza Klaten harus menjadi momentum untuk membenahi bukan hanya individu, tapi seluruh sistem tata kelola aset daerah—dari regulasi hingga pengawasan.

Lintasdesa.com berpandangan, kasus ini harus menjadi pintu masuk reformasi tata kelola aset daerah, bukan sekadar ajang pembuktian politik hukum.

Reporter: Tim LD
Editor: Redaksi Lintasdesa.com