LINTASDESA | Bandar Lampung – INHUTANI merupakan salah satu anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Perum Perhutani Group yang bergerak dalam mengelola hasil hutan non kayu dengan prinsip pengelolaan hutan lestari.

Kabar Direktur Utama (Dirut) Inhutani V Dicky Yuana Rady terkena operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ketua Umum Forum Membangun Desa (Ketum Formades) Junaidi Farhan menyampaikan apresiasi yang tinggi kepada KPK RI sekaligus menyampaikan rasa puas dan sangat senang atas OTT tersebut.

“Alhamdulillah kami puas dan sangat senang mendengar kabar Dirut Inhutani V terkena OTT KPK, dan apresiasi yang sangat tinggi kami sampaikan atas kinerja KPK”, ungkap Ketum Formades, Sabtu (16/08/2025)

Diberitakan sebelumnya KPK telah menahan 3 orang hasil operasi tangkap tangan (OTT) di Inhutani V terkait perkara suap pengelolaan kawasan hutan. KPK juga mengamankan sebagai barang bukti uang SGD 189 ribu atau senilai Rp 2,4 miliar.

Ketiga orang yang terkena OTT KPK adalah Direktur Utama (Dirut) PT Inhutani V Dicky Yuana Rady, Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML) Djunaidi dan Aditya staf perizinan SB Grup.

Operasi tangkap tangan (OTT) terjadi di empat titik, yaitu Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor.

“Bahwa pada hari Rabu, tanggal 13 Agustus 2025, KPK melakukan kegiatan tangkap tangan dugaan tindak pidana korupsi berupa suap sektor kehutanan terkait dengan kerja sama pengelolaan kawasan hutan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (14/8/2025).

Asep mengatakan, dalam OTT tersebut, KPK mengamankan sembilan orang dari empat lokasi tersebut. Mereka yang ditangkap di Jakarta antara lain: Direktur Utama PT Inhutani V (Dicky Yuana Rady), Komisaris PT Inhutani V (Raffles), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (Djunaidi), Arvin staf PT. Paramitra Mulia Langgeng (PT. PML), Joko dari SB Grup, dan Sudirman dari PT PML.

Kemudian, satu orang yang ditangkap di Bekasi adalah Aditya selaku staf perizinan SB Grup. Lalu, satu orang di Depok yaitu Bakhrizal Bakri selaku mantan Direktur PT INH, dan satu orang di Bogor yaitu Yuliana selaku eks Direktur PT Inhutani V.

“Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai SGD 189.000 (atau sekitar Rp 2,4 miliar – kurs hari ini), uang tunai senilai Rp 8,5 juta, satu unit mobil Rubicon di rumah Dicky Yuana (DIC), serta satu unit mobil Pajero milik DIC di rumah ADT (Aditya selaku staf perizinan SB Grup),” ujar dia.

Baca Juga :  Diduga Pegawai Pemkot Surabaya ikut Campur Tangan Dalam Penipuan Pinjaman Dana UMKM

Dikutip dari Kompas.com, kronologis kasus tersebut berawal dari PT PML tak bayar PBB Dalam konstruksi perkara ini, Asep mengatakan, permasalahan ini muncul pada 2018, saat PT Inhutani V dan PT PML menghadapi masalah hukum atas kerja sama mereka.

PT PML tidak melakukan kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) periode tahun 2018-2019 senilai Rp 2,31 miliar, dan pinjaman dana reboisasi senilai Rp 500 juta per tahun, serta belum memberi laporan pelaksanaan kegiatan kepada PT Inhutani V per bulannya.

Pada Juni 2023, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah inkracht atas permasalahan hukum antara PT Inhutani V dan PT PML, dijelaskan bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang telah diubah pada tahun 2018 antara kedua belah pihak masih berlaku.

Namun, PT PML wajib membayar ganti rugi sebesar Rp 3,4 miliar. Meskipun dengan berbagai permasalahan tersebut, pada awal 2024, PT PML tetap berniat melanjutkan kerja sama dengan PT Inhutani V untuk kembali mengelola kawasan hutan di lokasi register 42, register 44, dan register 46 berdasarkan PKS kedua belah pihak yang telah diubah pada tahun 2018. Selanjutnya, pada Juni 2024, terjadi pertemuan di Lampung antara jajaran Direksi beserta Dewan Komisaris PT Inhutani V dan Direktur PT PML Djunaidi serta tim guna menyepakati pengelolaan hutan oleh PT PML dalam RKUPH (Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan).

Kemudian, pada Agustus 2024, Dirut PT PML Djunaidi mengeluarkan uang senilai Rp 4,2 miliar untuk pengamanan tanaman dan kepentingan PT Inhutani V ke rekening PT Inhutani V. “Dalam kesempatan yang sama, Dicky Yuana diduga menerima uang tunai dari Djunaidi senilai Rp 100 juta, yang digunakan untuk keperluan pribadi,” ujar Asep.

Selanjutnya, pada November 2024, Dicky Yuana menyetujui permintaan PT PML terkait perubahan RKUPH, yang terdiri dari, pengelolaan hutan tanaman seluas 2.619,40 Ha di wilayah register 42 dan pengelolaan hutan tanaman seluas 669,02 Ha di wilayah register 46. Pada Februari 2025, Dicky Yuana menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani V yang di dalamnya juga mengakomodir kepentingan PT PML.

Baca Juga :  Bupati Malang Hadiri Bersih Desa di Desa Talangsuko.

Selanjutnya, Djunaidi meminta Sudirman selaku staf PT PML untuk membuat bukti setor yang direkap dengan nilai Rp 3 miliar dan Rp 4 miliar dari PT PML kepada PT Inhutani V. “Hal ini membuat laporan keuangan PT INH berubah dari ‘merah’ ke ‘hijau’, dan membuat posisi Dicky Yuana ‘aman’,” tutur dia.

Lalu, Sudirman menyampaikan kepada Djunaidi bahwa PT PML sudah mengeluarkan dana Rp 21 miliar kepada PT Inhutani V untuk modal pengelolaan hutan.

Dirut Inhutani V minta mobil baru Pada Agustus 2025, KPK menemukan adanya pertemuan Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady dan Direktur PT PML Djunaidi di lapangan golf di Jakarta pada Juli 2025. Dalam pertemuan itu, Dicky Yuana meminta dibelikan mobil baru kepada Djunaidi. Dalam beberapa hari, Djunaidi melalui Aditya menyampaikan kepada Dicky bahwa proses pembelian satu unit mobil baru seharga Rp 2,3 miliar telah diurus oleh Djunaidi. “Pada saat bersamaan, saudara Aditya mengantarkan uang senilai SGD 189.000 dari saudara Djunaidi untuk saudara Dicky di Kantor Inhutani,” kata Plt. Deputi Penindakan KPK.

Selanjutnya, Djunaidi melalui Arvin selaku staf PT PML menyampaikan kepada Dicky Yuana bahwa pihaknya telah memenuhi seluruh permintaan Dicky, termasuk pemberian kepada salah seorang Komisaris PT Inhutani V. Atas rangkaian peristiwa tersebut, KPK melakukan pemeriksaan dan menetapkan Dicky Yuana, Djunaidi, dan Aditya sebagai tersangka. Ketiganya langsung dilakukan penahanan.

“KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 14 Agustus sampai dengan 1 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih,” tutur Asep

Atas perbuatan Djunaidi dan Aditya sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Sedangkan Dicky, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(**)