SGC dan Luka Kolektif yang Tak Kunjung Pulih

Konflik antara masyarakat Lampung dan PT Sugar Group Companies (SGC) bukan sekadar kisah sengketa agraria biasa. Ia telah menjelma menjadi luka kolektif yang diwariskan lintas generasi. Sebuah konflik yang sudah terlalu lama membisu di balik laporan pertumbuhan ekonomi, angka investasi, dan narasi pembangunan yang tak selalu menyebut siapa yang dikorbankan.
Di satu sisi, kehadiran SGC memang tak bisa dipungkiri memberikan kontribusi ekonomi. Tenaga kerja diserap, infrastruktur terbentuk, dan kas daerah terisi. Namun di sisi lain, deret panjang dampak negatif juga tak bisa terus-menerus ditutupi: alih fungsi lahan, kerusakan lingkungan, dominasi politik, hingga ketimpangan sosial yang kian mencolok di wilayah sekitar konsesi.
Catatan ini bukan ditulis untuk menafikan peran industri, tetapi sebagai pengingat bahwa pembangunan tidak bisa berjalan dengan meniadakan keadilan. Sebab pembangunan yang menindas warga lokal, menutup ruang hidup petani, dan mengorbankan hutan, bukanlah kemajuan, melainkan regresi.
Forum Membangun Desa (Formades) melalui ketuanya, Junaidi Farhan, menyuarakan hal yang telah lama tertahan: pentingnya pengukuran ulang lahan HGU SGC dan evaluasi menyeluruh atas praktik-praktik perusahaan. Dukungan terhadap langkah Kejaksaan Agung, DPR RI, dan Kementerian ATR/BPN merupakan bagian dari desakan rakyat agar negara hadir secara adil.
Sebagai media yang tumbuh bersama komunitas desa dan publik lokal, Lintasdesa.com memandang penting untuk menjaga ruang informasi yang berpihak pada fakta dan kepentingan masyarakat luas. Kami percaya bahwa keberimbangan tidak berarti abai terhadap kenyataan. Di tengah derasnya klaim pembangunan, suara dari desa tetap layak didengar secara kritis dan utuh.
Konflik SGC di Lampung bukan hanya soal tanah, tapi juga soal kedaulatan, keadilan, dan hak untuk hidup secara bermartabat. Sudah saatnya kita menaruh perhatian lebih besar pada suara-suara yang selama ini terpinggirkan. Sebab tak ada pembangunan yang benar jika ia tumbuh di atas penderitaan rakyat.
Redaksi Lintasdesa.com