MENGGUGAT SGC Raksasa Oligarki di Lampung – Murni Untuk Rakyat Atau Kepentingan Terselubung.

LINTASDESA | Tulang Bawang, – Mencuatnya persoalan Sugar Group Companies (SGC) sebuah perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula terbesar di Lampung beberapa tahun terakhir, mulai dari soal pengemplangan pajak, Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020, dan Perubahannya Pergub Nomor 19 Tahun 2023 yang mengatur tata kelola panen dan produktivitas tanaman tebu yang telah dicabut, kasus dugaan suap bos SGC kepada eks pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar) hingga HGU (Hak Guna Usaha) yang bermasalah.

Perkembangan Komisi II DPR RI mengambil langkah serius dalam menangani konflik agraria yang melibatkan PT. Sugar Group Companies (SGC) di Provinsi Lampung. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar bersama jajaran Direktorat Jenderal Kementerian ATR/BPN, sejumlah kantor wilayah BPN, dan organisasi masyarakat sipil, Komisi II meminta penertiban total atas lahan Hak Guna Usaha (HGU) PT. SGC, Senin, 14 Juli 2025

Berdasarkan data BPN Tahun 2019, PT SGC mengelola 75,6 ribu hektar, sementara data ATR BPN Tulang Bawang 86 ribu hektar, serta data di website DPR RI, PT SGC miliki 116 ribu hektar, kemudian, data BPS 2013 mencatat 141 ribu hektar.

Hasil RDP dan RDPU, Komisi II DPR RI memutuskan dan meminta Kementerian ATR/BPN untuk segera melakukan inventarisasi, identifikasi, dan pengukuran ulang seluruh area HGU milik PT. SGC di Kabupaten Lampung Tengah dan Tulang Bawang guna menghindari konflik berkepanjangan antara perusahaan dan masyarakat, serta memastikan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku.

Foto : Junaidi Farhan (Koordinator Gerakan Laskar Gula Manis Tahun 2012)

Sebenarnya persoalan kebun tebu milik Sugar Group tersebut bukan baru muncul sekarang tetapi perjuangan masyarakat menuntut hak-haknya telah dimulai sejak perkebunan tebu tersebut belum berpindah tangan ke SGC.

Salah satu tokoh aktivis yang memperjuangkan hak-hak rakyat yang terzolimi oleh Sugar Group Companies adakah Junaidi Farhan lewat gerakan “LASKAR GULA MANIS” sejak tahun 2013 hingga terakhir menyoal Pergub Lampung Nomor 33 Tahun 2020 Tentang Tata Kelola Panen dan Produktivitas Tanaman Tebu yang telah dicabut.

Tak banyak informasi yang dapat LINTASDESA dapatkan dari Junaidi Farhan yang kini masih aktif memotivasi dan mengedukasi kesadaran masyarakat untuk ikut peduli dan berperan aktif dalam pengawalan dana desa lewat perkumpulan yang ia dirikan bersama tokoh aktivis lainnya yaitu Forum Membangun Desa (Formades).

Meskipun tak banyak informasi yang kami dapatkan terkait perjuangannya melawan kelaliman oligarki di Lampung dengan membela hak-hak rakyat disekitar perkebunan tebu milik SGC, Junaidi Farhan menyerahkan sebuah catatan tentang sejarah berdirinya perkebunan tebu di daerah Bakung, Tulang Bawang.

Junaidi berpesan bila ada yang sedang memperjuangkan hak – hak masyarakat jangan pernah tinggalkan masyarakat yang sedang diperjuangkan.

“terima kasih dan saya merasa senang sekali sekarang mulai banyak yang menyuarakan soal permasalahan di sugar group (SGC), tapi jangan tinggalkan masyarakat, karena saudara-saudara sedang berjuang atas nama penderitaan mereka,” tuturnya sambil berharap.

Junaidi juga mengingatkan agar perjuangan murni membela hak-hak rakyat, bukan karena ada kepentingan tersembunyi. Ia juga membeti izin kepada LINTASDESA untuk mempublikasikan catatan kecil tentang sejarah berdirinya perusahaan tebu di Tulang Bawang, Lampung.

Gapura memasuki Kampung Bakung Kec. Gedung Meneng Kab. Tulang Bawang, Lampung

Latar Belakang Berdirinya Sugar Group Companies di Kampung Bakung

Kecamatan Gedung Meneng Kabupaten Tulangbawang Provinsi Lampung memiliki 11 Kampung, 3 diantaranya adalah :

  1. Kampung Bakung Udik : Luas daerah + 31,400 Ha. Jumlah Penduduk : 1.559 jiwa
  2. Kampung Bakung Ilir : Luas daerah + 24,500 Ha. Jumlah Penduduk 1.214 Jiwa.
  3. Kampung Bakung Rahayu : Luas daerah 35,600 Ha. Jumlah Penduduk : 1.657 Jiwa, ( Penduduk Pribumi hanya : 100 Jiwa, selebih nya adalah pendatang)

Kondisi geografi ketiga wilayah merupakan daratan, perkebunan, yang disisi
kampungnya mengaliir Way Tulang Bawang bermuara menuju ke daerah Mesuji Pendududuk kampung umumnya mempunyai mata pencaharian bertani,dan
nelayan.

Ketiga kampung ini masih terisolir, jauh dari kemajuan, bahkan sampai (2012) untuk penerangan, warga masyarakat masih menggunakan penerangan Lampu Petromak. Hanya beberapa rumah warga yang mampu yang sudah menggunakan penerangan dengan Generator genset,yang di alirkan kerumah-rumah tetangga yang kurang mampu.

Dari catatan sejarah lalu Kampung Bakung merupakan Kampung Tertua di Kabupaten Tulang Bawang setelah Kampung Pagar Dewa yang awal dibuka + Tahun 1911 s/d 1913.

Sebelum adanya jalan darat saat ini, untuk sampai ke Kampung Bakung warga
menggunakan Transportasi Perahu/Kapal Motor kecil, yang bila warga berangkat
dari menggala mereka naik Perahu/kapal dari Tangga Raja atau dari BOM Dermaga di Kampung Bugis Kabupaten Tulang Bawang.

Baca Juga :  DPP FORMADES Apresiasi Kementerian Ketenagakerjaan RI atas Tindakan Cepat dalam Kasus Ketenagakerjaan PT Sinar Avanoska Emas

Akses jalan darat yang ada saat ini ,dibuka melalui Inpres sekitar tahun 1985/1986, jauh sebelum berdirinya PT. Sugar Group Companies (SGC). Sejak berdirinya PT. Sugar Group pada mulut Akses Jalan ini, tepatnya + 100 meter dari jalan utama Menggala – Bandar Lampung di Kampung Astra Ksetra + KM 109, telah berdiri Pos pemeriksaan dari PT sehingga warga kampung yang keluar masuk
diperiksa oleh Petugas dari PT.

Kronologis Berdirinya Perkebunan dan Pabrik Gula di Tulang Bawang, Lampung.

  1. Survey awal yang di Prakarsai oleh GPM/Salim Group pada tahun 1981 ke wilayah Bakung sekitarnya.
  2. Pada tahun 1989 perwakilan dari PT An. Sdr Fauzi Toha (Ayah dari Ridho Ficardo Gubernur Lampung Periode 2014-2019) melakukan musyawarah untuk dimulainya Pengukuran Tanah, bertempat di rumah Sekdes. Acara tersebut di tandai dengan pemotongan Kerbau oleh Masyarakat ( sebagai tradisi dimulainya suatu pekerjaan besar, peletakan Batu pertama atau Penghormatan terhadap tamu Agung). Hadir pada acara tersebut : H. Albuni.( Tokoh Masyarakat), Thamrin Manap (Tokoh Masyarakat), Pamong-pamong Kampung. Sdr Simon ( Perwakilan PT), Sdr Supangat (Perwakilan PT), Sdr Edy Priyono (Perwakilan PT), Sdr Edi Purwanto. Serta perwakilan dari masyarakat sekitar Bakung.
  3. Pengukuran tersebut meliputi batas Way Terusan sampai dengan Way Tulang Bawang dalam Register 47 ( ½ Bagian masuk di wilayah Lampung Tengah dan ½ bagiannya masuk Wilayah Lampung Utara) yang saat itu telah menjadi Kabupaten Tulang Bawang dan didalam nya ada Kampung Bakung Udik, Bakung Ilir dan Bakung Rahayu juga Gunung Tapa dan Dente Teladas.
  4. Sekitar Tahun 1990-1991 Pengukuran di mulai ,saat itu Kepala Kampung dijabat oleh Sdr M. Yoesoef Hamid ( Salah satu dari Nara Sumber). Kepala Kampung saat itu diminta dari PT untuk menginventarisir kepemilikan Lahan berikut Tanam Tumbuh masyarakat yang ada didalamnya.
  5. Saat pengukuran sedang dimulai, keluarlah Surat Edaran (SE) dari Gubernur Propinsi Lampung yang didalam SE tersebut berbunyi : DAERAH BAKUNG MERUPAKAN DAERAH TERTUTUP KARENA DAERAH INI MERUPAKAN DAERAH TEMPAT LATIHAN TNI-AU (Surat tersimpan di Kantor Kampung).
  6. Bersamaan dengan itu pun mulailah Pembangunan Kantor PT yang berkedudukan di KM 17, padahal Kepala Kampung sedang menyiapkan Blanko untuk dibagikan kepada masyarakat pemilik lahan dan belum ada kejelasan masalah pengukuran.
  7. Rencana penggantian lahan akan dilakukan dengan cara : Tanam tumbuh dalam 1 Ha (Rp 160.000), dan Tanah kosong 1 Ha (Rp. 40.000). Melalui Jalan Kompensasi.
  8. Berikutnya berdirilah CAMP penampungan ALAT-ALAT BERAT ,tepatnya di KM 20,Camp tersebut juga untuk menampung para pekerja. Camp tersebut diberi nama CAMP PANGESTU.
  9. Saat ketidakjelasan ganti rugi/Kompensasi datang lagi Berita dari para Anggota TNI-AU yang menjelaskan kepada masyarakat bahwa Register 47 adalah Register Pemindahan dari Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kepemilikan SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO.
  10. Beberapa bulan kemudian dijelaskan kembali bahwasanya Register 47 ini dipindahkan ke Pulau Kalimantan dan EX Register ditetapkan menjadi Tanah Perkebunan.
  11. Ketika kisruh informasi terjadi Alat-alat berat PT telah mulai menggusur tanah masyarakat bagian terdalam, padahal masalah Ganti rugi dan Kompensasi belum ada kejelasan, karena ada mayarakat yang dapat juga banyak masyarakat yang tidak dapat.
  12. Pada Tahun 1994 kembali keluar Surat Edaran dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Lampung, yang menyatakan adanya Hutan Register dan Hutan Produktif. Hutan Register mencakup Dente Teladas, sedangkan Bakung bukan merupakan Hutan Register.
  13. Lokasi PT SIL dibuka Tahun 1992, namun HGU nya baru keluar Tahun 1996.
  14. HGU PT SIL, INDO LAMPUNG PRAKASA, INDO LAMPUNG CAHAYA MAKMUR, GARUDA PANCA ARTHA, luasnya adalah 86.956,48 Ha, tetapi yang dikelola 138.904 Ha. (Kelebihan 51.947,52 Ha).
  15. Sejak Carut marutnya berbagai masalah ini masyarakat sudah mulai resah sementara sisi pembukaan Lahan terus berlanjut tidak dapat dihentikan oleh masyarakat.
  16. Pada Tahun 2004-2005 Pihak PT mendatangkan PAM SWAKARSA yang didalamnya terdapat anggota TNI-AD, dan pada Tahun itu An. Sdr Mukmin CS dari Kampung Gedung Aji menjual tanah mereka kepada pihak PT. Tanah tersebut berdampinggan dengan GECOU (RAWA) ISEM PAYOW BONOH.
  17. Tanah daratan tersebut telah dibuka oleh PT melampaui batas yang dibeli dari Mukmin cs, bahkan GECOU ISEM PAYOU BONOH yang lebih kurang seluas 6.000 Ha, juga telah di buka dan di Timbun dan di buatkan Tanggul Penangkis . Untuk mengakses jalan tembus ke Tanah lokasi daratan dekat GECOU ISEM PAYOU BONOH tersebut, Pihak PT membuka akses Jalan di sisi Kampung Bakung Rahayu melewati Kekiling dan menuju ke lokasi.
  18. Diantara jalan akses dan Tanah daratan tersebut Pihak Pt menempatkan PAM SWAKARSA dan PREMAN, untuk menjaga agar jangan sampai warga masyarakat mendekati apalagi masuk lokasi tersebut.
  19. Oleh pihak PT (perusahaan), Gecou Isem Payou Bonoh tersebut di ganti dengan nama RAWA SADENG.
  20. Gecou Isem Payou Bonoh ini adalah kepemilikan Adat/Ulayat dari warga Bakung Ilir, yang untuk kebersamaan maka dibuka untuk dijadikan tempat penduduk Bakung mencari nafkah, terutama menanam padi dan mencari ikan. Rawa ini diapit oleh dua Kampung yakni Kampung Bakung dan Kampung Gunung Tapa. Di atas Rawa terdapat Makam leluhur Penduduk.
Baca Juga :  Menguji Integritas Desa di Balik Rp. 680 Triliun Dana Desa

Histori Gecou Isem Payou Bonoh

Rawa – rawa ini telah dibuka sejak tahun 1913 dan dibuka kembali pada tahun 1960 oleh KH, Saripudin. Dekat rawa – rawa tersebut terdapat makam leluhur dan keluarga penduduk setempat. Rawa – rawa dan tanah daratan sekitarnya merupakan tempat penduduk mencari nafkah seperti menanam padi dan mencari ikan. Kondisi saat ini rawa – rawa tersebut ditelantarkan oleh PT. Sugar Group

Tuntutan Warga Bakung Dalam Konflik Berkepanjangan

  1. Meminta dikembalikannya Gecou Isem payou Bonoh /Rawa Sadeng tersebut kepada Warga Bakung ,karena lokasi tersebut merupakan Tanah Adat/Ulayat dan Warga setempat belum pernah merasa menjual,menghibahkan lokasi tersebut kepada siapapun.
  2. Mohon ditingkatkannya kesejahteraan Masyarakat Bakung dengan jalan Pemerintah Kabupaten Tulangbawang. Dan Pemerintah dapat memperhatikan infrastrukur seperti perbaikan jalan dan oenerangan dari PLN yang selama ini belum dirasakan masyarakat setempat. (Jalan ONDERLAAGH yang ada saat ini merupakan hasil TMMD ( Tentara Manunggal Masuk Desa ) Tahun 1996.
  3. Dimohon kepada Sugar Group Companies (SGC) ,agar memperhatikan kesehatan warga, dengan memperhatikan Tekhnik Pembakaran Tebu sehingga tidak membuat Polusi udara dan dapat menekan tingkat emisi /racun yang dapat membahayakan Pernafasan dan menekan penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut.
  4. Demi keadilan mohon kiranya pihak yang berkompeten agar mengusut kembali pembunuhan baik yang dilakukan oleh oknum PAM SWAKARSA PT maupun INSIDENT PENEMBAKAN oleh OKNUM TNI terhadap Warga yang tidak bersalah pada Tahun 2002 dan 2005.

Analisa Tokoh Tulang Bawang

  • Tidak adanya sinergisitas antara : PEMERINTAH, WARGA DAN PERUSAHAAN.
  • Tidak jelasnya masalah Ganti rugi dll ,yang kemungkinan Team Pembebasan Tanah yang kurang terkonsentrasi dan terkoordinir dengan Solid, sehingga masing-masing kelompok atau perorangan berjalan dengan keinginannya masing-masing sehingga warga pemilik lahan banyak yang tidak mendapatkan ganti rugi.
  • Pihak Perusahaan kurang Aspiratif dengan keinginan Warga, sehingga masalah-masalah yang timbul sekarang adalah bentuk Akumulasi Kekecewaan yang berpuluh-puluh Tahun belum dapat terealisir sesuai dengan keinginan masyarakat.
  • Kondisi Ekonomi Warga mayoritas dalam garis kemiskinan, secara psychologis rentan terhadap Konflik sekaligus juga berpengaruh pada SDM warga masyarakat.
  • Peralihan para pejabat baik di Pemerintahan, perusahaan, juga terpisahnya Kabupaten Lampung Utara yang dimekarkan menjadi Kabupaten Tulang Bawang juga membuat semakin tidak jelasnya masalah saat ini, dikarenakan tidak tuntasnya masalah-masalah yang terkait dalam pembebasan lahan yang puluhan Tahun lalu, sehingga menjadikan Bom Waktu Pemerintahan sekarang.
  • Warga masyarakat merasa terbelenggu didalam kampungnya sendiri, karena sebagai Pribumi mereka keluar masuk ke kampungnya harus melalui pemeriksaan petugas yang ada di pos pemeriksaan depan. Apalagi dalam hal membawa hasil – hasil pertaniannya ke kota selalu mendapatkan pemeriksaan dan harus membawa Surat Izin dari Kepala Kampung. Satu – satunya akses jalan menuju kampung harus melalui pos pemeriksaan. Transportasi melalui sungai sudah tidak lagi dipergunakan oleh warga Kampung Bakung.

Nara Sumber :

  1. Amin Fauzi.AT.
  2. M. Yoesoef Hamid (Mantan Kepala Kampung pada saat itu).
  3. Yasirman ( Kepala Kampung Bakung Udik).
  4. Abdullah (Tokoh Masyarakat).
  5. Haidir (Tokoh Masyarakat).

Demikianlah hal ini dibuat di Tulangbawang, pada tanggal 06 Maret 2012.

Dan kami serahkan kepada Sdr. Junaidi Farhan, Koordinator GERAKAN GULA MANIS yang sedang membantu perjuangan masyarakat Tulangbawang khususnya warga Bakung Kecamatan Gedung Meneng, sebagai catatan dan dokumen sejarah untuk menjadi semangat dalam perjuangan. (***)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *